Wartawan Sejati: Penjaga Akal Sehat Publik, Bukan Pengemis Silaturahmi (AKPERSI)

Table of Contents
           foto/; ilustrasi wibawa seorang Wartawan 

ZONANESIA.WEB.ID  — Wartawan sejati adalah pemburu informasi, bukan pengemis silaturahmi. Mereka mengemban tanggung jawab mulia: menggali fakta, mengolahnya dengan integritas, dan menyajikannya kepada publik dengan akurasi dan keberanian.

Esensi kerja jurnalistik bukan sekadar basa-basi seremonial, melainkan aktivitas investigatif yang bertujuan menjaga akal sehat masyarakat melalui penyampaian fakta yang terverifikasi.

Namun, semangat ini mulai meredup. Di tengah derasnya arus siaran pers dan agenda seremonial, sebagian wartawan justru memilih zona nyaman—menunggu informasi datang daripada terjun langsung ke lapangan. Ini bukan hanya kemunduran profesional, tetapi juga sinyal bahaya terhadap degradasi nilai profesi jurnalistik.

Wartawan yang berpegang teguh pada prinsip jurnalistik memahami, relasi dengan narasumber memang penting untuk membuka ruang komunikasi. Tetapi, hubungan itu tidak boleh mengorbankan independensi. Profesi jurnalis dibangun atas tanggung jawab kepada publik, bukan atas dasar belas kasih narasumber atau undangan semata.


Fenomena ini marak terlihat di berbagai daerah, termasuk di Karimun dan wilayah lain di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan semakin derasnya budaya seremonial dalam komunikasi publik.

Silaturahmi seperti coffee morning atau pertemuan informal memang membuka jalur komunikasi, tetapi wartawan sejati tidak bergantung padanya. Ketika undangan tak datang, wartawan tetap harus aktif melakukan peliputan, melakukan verifikasi di lapangan, dan mempertahankan integritas informasi yang disampaikan.


Jurnalistik bukan sekadar rutinitas menulis berita. Ia merupakan proses kompleks—pencarian, pengolahan, penulisan, penyuntingan, hingga penyebaran informasi melalui media cetak, elektronik, maupun digital. Setiap berita membawa beban etika dan tanggung jawab yang besar.

Wartawan sejati adalah pemilah informasi yang bertugas menyaring fakta untuk kepentingan publik. Profesi ini menuntut tidak hanya keterampilan teknis, tetapi juga kedalaman etika dan intelektualitas.


Relasi yang sehat dengan narasumber diperlukan untuk memperlancar tugas jurnalistik. Namun, kemerdekaan pers yang dijamin dalam Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 dan prinsip keberimbangan dalam Kode Etik Jurnalistik harus tetap menjadi fondasi. Wartawan tidak boleh kehilangan independensinya hanya demi menjaga hubungan baik.


Di tengah era banjir informasi, wartawan sejati dituntut lebih aktif dan kritis. Mereka harus menjadi penyaring informasi, bukan sekadar penyampai pesan. Mereka tidak menunggu undangan, tidak berhenti ketika tak disambut, dan tidak bungkam meski menghadapi ketidaknyamanan.

Kebenaran tidak lahir dari rilis resmi. Ia harus ditemukan dan dihadirkan ke ruang publik oleh wartawan yang tetap setia mencari, menggali, dan mengabarkannya.


TIM AKPERSI 

#akpersi
#pers
#jurnalis
#nasional

Posting Komentar