Membongkar Jaringan Gelap di Ujung Genteng: Investigasi AKPERSI Temukan Jejak Mafia Tanah dari Desa hingga Aparat
Table of Contents
Jakarta, Zonanesia.web.id – Gelombang besar pemberantasan mafia tanah kembali menemukan jejaknya. Kali ini di Ujung Genteng, Sukabumi. AKPERSI, yang tengah memperluas agenda advokasi pers dan masyarakat, mengungkap pola penguasaan lahan yang diduga dilakukan secara terstruktur, mulai dari oknum kepala desa, kelompok warga, hingga dugaan kelalaian aparat.
Investigasi awal menemukan sejumlah bangunan permanen berdiri di atas tiga bidang tanah bersertifikat (SHM 2378, 2379, 2380) milik Rachmini Dwiyanti. Yang menarik, warga pada mediasi pertama mengakui lahan itu memang ada pemiliknya. Namun narasi itu berubah ketika aktor lain muncul—salah satunya Kepala Desa Cibenda.
Ketika Kepala Desa Mengklaim Tanpa Dokumen
Kepala Desa Cibenda, Adi Rizwan (Hurung), menjadi sosok sentral dalam polemik ini. Di hadapan tim AKPERSI, ia mengakui mengklaim lahan tersebut. Tetapi ketika diminta dokumen, tidak ada satu pun bukti yang dapat ditunjukkan.
Alasannya sederhana: ia pernah menggarap lahan itu, karena hubungan pertemanan dengan Mamat Ijar, putra penjaga lahan yang kini almarhum.
Ironisnya, menurut catatan AKPERSI, almarhum Ijar selama hidup justru dikenal sebagai orang yang paling tegas menyatakan bahwa tanah itu bukan untuk dijual dan bukan milik warga, melainkan milik keluarga dari Jakarta.
Polres Sukabumi dan Waktu yang Terbuang
Kasus ini pernah dilaporkan ke Polres Sukabumi oleh kuasa hukum pemilik. Namun lebih dari setahun, laporan berjalan seolah tanpa arah.
Polisi berdalih menunggu penyelesaian perkara perdata. Namun dalam perspektif AKPERSI, sikap menunggu ini justru membuka ruang bagi mafia tanah memperkuat posisinya di lapangan: bangunan bertambah, klaim liar bermunculan, dan warga semakin percaya diri.
Putusan Pengadilan: Menang, Namun Belum Selesai
PN Cibadak memenangkan pemilik SHM melalui putusan 48/Pdt.G/2024/PN Cbd. Namun warga mengajukan banding. Kemenangan pemilik sah ini tidak serta-merta menutup misteri, sebab proses peradilan pun dinilai menyimpan kejanggalan.
Bagaimana mungkin gugatan pemeriksaan diterima tanpa bukti alas hak yang memadai?
Pertanyaan itu hingga kini masih menggantung.
Akar Masalah: Riwayat Lahan Terverifikasi
Lahan tersebut awalnya milik mantan Bupati Sukabumi, H. Anwari. Pada 1992 resmi dijual kepada Rachmini. Dokumen lengkap, sertifikat bersih, dan sudah diverifikasi BPN. Namun fakta hukum yang terang ini justru dilawan oleh klaim-klaim baru yang tak berdasar.
Di lapangan, vila komersial dan bangunan semi permanen tumbuh bagai jamur tanpa izin dan tanpa hak.
AKPERSI dan Perang Terbuka Melawan Mafia Tanah
Ketua Umum AKPERSI, Rino Triyono, menegaskan bahwa kasus Ujung Genteng hanyalah satu dari banyak potret gelap mafia tanah di Indonesia.
Dengan tagline “No Viral, No Justice”, AKPERSI menyatakan siap mengawal kasus ini bersama jaringan 1.500 media untuk mendukung agenda pemerintah memberantas mafia tanah.
Kasus ini tidak lagi sekadar sengketa, tetapi sudah menjelma menjadi dugaan kejahatan terorganisir dengan pola yang berulang:
oknum aparat membiarkan, oknum desa mengklaim, warga dimobilisasi, pemilik sah terpinggirkan.
AKPERSI memastikan pengawalan akan dilakukan sampai hak pemilik benar-benar dipulihkan.
---
(AKPERSI).
Posting Komentar